My Brother

Tuesday, October 21, 2008

Tamu Tak Diundang

berkali-kali maut tak menjemput

seperti pencuri yang tak pernah takut

ia datang dari pintu belakang

enggan memberi ancang-ancang

begitukah caramu bertandang?

maut tak usahlah temui aku

aku belum siap kedatangan tamu

aku tak sudi, jauhilah aku!

aku segera tersentak dari lamunan

bahwa insan adalah boneka Tuhan

kan kembali dengan roman penyesalan

Sebuah Senyuman dari Kesunyian Hatimu

entah mengapa

tiap kali ku melihat senyummu

menatap garis wajahmu

aku menemukan sebuah pesan

yang tak sanggup ku tangkap

namun sungguh aku tak mengerti

dalam senyumanmu itu

ada berjuta obat dalam tiap lukaku

kadang ku bertanya padaku sendiri

ketika menatapmu

benarkah adaku disisimu adalah obat bagi lukamu?

menatap segala

keindahan wajahmu adalah oase

yang takkan bisa ku dapat dari berbagai gurun

karena itu aku tak jengah jika ku bersamamu

kau adalah segala ekstase

yang kudapati dari ruang sadarku

Syair Syiar Cinta

sebab aku bersyair atas senyummu
maka menarilah dengan jubah
yang kucipta dari gubah
sujudku pada tanah
merekahlah
sebab engkau adalah igau
dari segala yang memukau
rinduku padamu menjelma fardlu
dan pada segala takzim
dzikir adalah syair serupa
sihir tak berakhir
yang akan selalu kukirim
alif lam mim
akan kutasbihkan tubuhku
sebagai yang tak tercerai
dari tubuhmu
alif lam mim
akan ku sempurnakan senyummu
sebagai mempelai dari cintaku
menarilah duhai mahabbah
sebab kini rinduku adalah igau
sepasang bangau mencari danau
dan syairku serupa diri
yang terpukau lalu jatuh kepadamu
kembali patuh pada senyumanmu

Sebab Air Mata

sebab air mata

yang tak kering dari pelupukmu

buka daun jendela hatimu

dan kulihat kabut menggulung

matahari sembunyi

burung-burung berkhasidah

tapi, aku tetap saja bersedih

tertusuk air mata

karena ada segumpal sendu

mengitari sisi ruang hatimu

kucoba menjamahnya

tapi kau justru lari

dengan bekas kesedihan

yang kau tinggalkan

dalam jiwaku

yang tersisa hanya jejak bayangmu